(Sabtu, 15 Februari 2025) - Generasi Literat (GL) kembali melakukan Hangout Kebhinekaan dengan mengajak tiga puluh lebih anak muda lintas iman mengenal Vihara Nichiren Shu Graha Purandika, di Kalideres, Jakarta Barat.
Antusiasme peserta sangat tinggi karena Vihara tersebut merupakan satu-satunya Agama Buddha di Indonesia yang beraliran Jepang. Peserta yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, professional, perwakilan media partner (Global Peace Foundation) serta perwakilan sponsor (PT. NPH) terlihat sangat menikmati suasana yang nyaman, penuh kasih sayang, tenang, ramah, ditambah AC dalam ruangan yang dingin membuat peserta merasa adem.
Acara dimulai dengan pembukaan kegiatan oleh Koordinator Program Literasi Kebhinekaan GL, kak Tian, lalu dilanjutkan dengan pembacaan doa agama-agama yang diwakili oleh agama Islam dan Katolik.
Dialog dan Room Tour
Untuk menghidupkan suasana, Kak Tian mengajak peserta menggabungkan yel-yel Hang Out Kebhinekaan menggunakan gerakan, yaitu “Hang-Out Kebhinekaan: berkenalan untuk saling menyayangi.” selanjutnya, memasuki inti acara, Ervina Shensei, menjelaskan tentang Agama Buddha aliran Mahayana dan sejarah dibentuknya Nichiren Shu.
Dokumentasi Pribadi - Presentasi Ervina Shensei tentang Agama Buddha Aliran Mahayaha dan Nichiren Shu
Untuk membangun dialog terbuka, peserta diperbolehkan bertanya atau menanggapi penjelasan Ervina Shensei. Untuk memperdalam pengetahuan peserta, tuan rumah mengajak room tour Vihara Graha Purandika untuk melihat lebih jelas dan mengetahui filosofi setiap sudut Vihara.
Hal yang paling ditunggu adalah pertunjukan dari Agama Buddha yaitu mediatasi atau keheningan dalam ruangan menuju menulis sutera. Pada sesi hening ini, Ervina Shensei menjelaskan cara memulai suasana hening dengan memberikan keharuman untuk dihirup.
Kemudian, Ervina Shensei memimpin tradisi dengan memukul gong sambil bernyanyi. “Namu Myoho Renge Kyo... Namu Myoho Renge Kyo…”. Pengucapan kata ini memiliki arti “Pengabdian kepada Hukum Mistik Sutra Teratai" atau "Kemuliaan bagi Dharma Sutra Teratai”.
Agama Buddha sangat percaya bahwa pengucapan tersebut dalam meditasi dapat mendatangkan hal-hal baik. Kami semua pun melakukan keheningan selama sepuluh menit sebelum menulis sutera. Selanjutnya, kami diajak menulis sutera di kertas yang berisi huruf kanji dan katakana.
Lihat, Dengar, Rasakan
Setelah mendengar penjelasan, room tour dan sesi hening, seperti biasa, peserta diajak melakukan refleksi dalam sesi “Lihat, Dengar, Rasakan (LDR)”.
Dokumentasi Pribadi - Refleksi dari peserta kegiatan
Salah satu peserta yang bernama Natalia, mengaku merasakan adanya perbedaan berdasarkan nilai yang ada di Agama Buddha Aliran Mahayana yang membuat nyaman dirinya. “Aku merasakan suasana Jepang yang ada di Vihara, dan merasakan adanya kesetaraan karena aku melihat masih banyak yang menganut patriarki tetapi disini biksuni sendiri adalah seorang perempuan aku merasa aman dan nyaman”.
Peserta lainnya pun mengaku sangat terkesan dan menikmati Hang Out kali ini.
Sebagai tanda terima kasih GL kepada ruang rumah, kak Eta, Manajer Program GL, memberikan cinderamata ke Vihara Nichiren Shu atau Graha Pundarika. Acara pun diakhiri dengan berfoto dengan biksuni dan berbagai hiasan yang ada di Vihara tersebut.
Untuk membangun keakraban, peserta dan tuan Rumah menikmati makanan yang disediakan oleh Vihara, serta hasil potluck peserta Hang Out. Peserta, tim Vihara, dan tim Generasi Literat saling membaur dan ngobrol santai.
Sangat Bhineka tetapi tetap satu, kan? mereka berinteraksi tanpa melihat latar belakang kepercayaan, suku, dan lain sebagainya.
Gimana sobat, cerita Hangout Kebhinekaan ke-18 sangat seru bukan? Buat kamu yang penasaran ingin ikutan, tunggu Hang Out Kebhinekaan bulan depan. Yuk ikuti semua program dan info menarik di di Instagram, TikTok, atau Website Generasi Literat.
Salam,
Shafna Aulia Anggarasta
(PR Generasi Literat)
Berita lainnya